Makna Adegan dalam Film “The Passion of the Christ” (Bagian 1/3)

Oleh Joby Provido

The Passion of-the Christ (Sumber: http://www.thepassionofchrist.com)

Kita mungkin sudah melihat film “The Passion of the Christ” minimal satu kali saja. Atau mungkin kita melihatnya setahun sekali yang menjadi semacam “ritual” di masa Prapaskah. Bagi mereka yang hapal dengan penuturan dalam Kitab Suci, ada beberapa adegan yang tidak dapat kita temukan dalam Kitab Suci. Mungkin kita bereaksi spontan dengan kritikan kepada penulis naskah karena telah memasukkan materi “aneh” ke dalam film itu. Namun demikian Romo John Bartunek, seorang imam yang ikut menyaksikan pembuatan film itu menawarkan wawasan tentang adegan-adegan itu dalam bukunya “Inside the Passion: An Insider’s Look at the Passion of the Christ.” Dalam artikel ini, Joby Provido akan membagikan wawasan yang menarik dari Romo Bartunek tentang adegan-adegan ini.

Ular di Taman Getsemani

Ular di Taman Getsemani (Sumber: thecatholictalks.com)

Takdir Sejarah Keselamatan tergantung kepada kepatuhan Kristus kepada Bapa, karena melalui ketaatan-Nya untuk menderita dan wafat maka kita diselamatkan. Adegan pertama film itu adalah Penderitaan di Taman Getsemani di mana Kristus melawan godaan besar. Pencobaan itu dilambangkan oleh seorang androgini (memiliki karakteristik fisik pria dan wanita –red.) yang tentu saja dia adalah Iblis yang membisikan supaya Kristus ragu bahwa Sengsara-Nya itu tidak pernah bisa menebusnya: “Apakah Engkau sungguh percaya bahwa satu orang dapat menanggung semua beban dosa? Aku berkata kepada-Mu, tak seorangpun dapat menanggungnya. Terlalu berat. Menyelamatkan jiwa mereka terlalu mahal. Tak seorangpun yang pernah. Tidak. Tidak akan pernah.” Bahkan Iblis membuat Yesus untuk meragukan diri-Nya sendiri dengan berkata: “Siapakah Bapa-Mu? Siapakah Engkau?”

Satu hal yang kita lihat dalam adegan ini adalah seekor ular. Hal ini mengingatkan kita dengan Taman Eden di mana ular menggoda Adam dan Hawa untuk tidak menaati Allah. Ini merujuk kepada sajak Sejarah Keselamatan di mana Adam mewakili semua umat manusia ketika dia tidak taat kepada Allah, dan Kristus mewakili semua umat manusia ketika Dia taat kepada Allah, kedua peristiwa ini terjadi di sebuah taman. Tentu saja hal ini menunjukkan bahwa Kristus adalah Adam yang Baru, yang memulihkan hubungan manusia dengan Allah yang sebelumnya dirusak oleh Adam yang mula-mula.

Untuk memperkuat hubungan adegan ini dengan kisah Kejadian, kita melihat Kristus meremukan kepala ular yang merujuk pada janji Allah kepada ular:

Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya. (Kejadian 3:15)

Kisah Pengangkapan Yesus

Yesus Ditangkap (Sumber: thecatholictalks.com)

Salah satu episode yang memiliki kisah “di balik layar” yang luar biasa adalah diambil dari Injil Yohanes:

Maka Yesus, yang tahu semua yang akan menimpa diri-Nya, maju ke depan dan berkata kepada mereka: “Siapakah yang kamu cari?” Jawab mereka: “Yesus dari Nazaret.” Kata-Nya kepada mereka: “Akulah Dia.” Yudas yang mengkhianati Dia berdiri juga di situ bersama-sama mereka. Ketika Ia berkata kepada mereka: “Akulah Dia,” mundurlah mereka dan jatuh ke tanah. (Yohanes 18:4-6)

“AKU” adalah nama kudus yang diberitahukan Allah kepada Musa dalam Keluaran 3:14. Inilah nama yang dihormati dalam budaya Ibrani dan Yahudi. Maka dalam peristiwa Alkitab ini, Yohanes mengungkapkan betapa mulianya nama ini sehingga Allah (dalam pribadi Kristus) hanya dengan menyebut dirinya sendiri, mereka yang mendengarnya saja terjatuh.

Adegan ini Alkitabiah, namun film ini tidak bermaksud untuk membuat ulang adegan itu: adegan itu terjadi secara kebetulan. Romo Bartunek mengungkapkan bahwa adegan itu tidak direncanakan. Adegan itu diambil dengan satu kali pengambilan gambar ketika gambar jarak jauh pertama kali muncul dalam film itu, dan kemudian dilanjutkan dengan gambar jarak dekat. Ketika gambar itu “dipotong” sehingga kamera bisa ditarik untuk menampilkan gambar jarak jauh lagi, para aktor diperintahkan untuk mengambil posisi ketika adegan itu dihentikan. Ketika mereka melanjutkan posisi mereka, semua orang berada di tanah kecuali Yesus. Mengutip perkataan Romo Bartunek, “Apa yang sengaja dihindari telah terjadi demi sesuatu yang bisa dipercaya.” Tampaknya “seseorang” ingin adegan itu tetap utuh.

Maria dan Paskah Yahudi

Maria dan Maria Magdalena (Sumber: thecatholictalks.com)

Dalam adegan ini yang tidak berdasarkan Alkitab, Maria terbangun seolah-olah menyadari sesuatu yang mengerikan akan terjadi, dan Maria Magdalena datang untuk melihat apa yang telah terjadi. Maria bertanya, “Mengapa malam ini tidak seperti malam-malam lainnya?”

Orang Kristen mungkin tidak tahu mengenai kalimat ini karena kalimat ini berasal dari perjamuan Seder Paskah Yahudi. Maia Morgenstern seorang wanita yang menganut agama Yahudi yang memerankan Maria dalam film itu, dia meminta izin apakah dia diperbolehkan menambahkan kalimat itu. Hal ini masuk akal karena sangat cocok dengan situasi yang terjadi dan adegan ini masuk dalam penyuntingan final.

Paskah adalah acara tahunan yang dirayakan oleh umat Yahudi untuk mengenang pembebasan mereka dari perbudakan Mesir. Pada permulaan perjamuan Paskah Yahudi itu, suatu pertanyaan ditanyakan: “Mengapa malam ini tidak seperti malam-malam lainnya?” Dan jawaban yang tepat adalah: “Karena dulu kita adalah budak, dan sekarang kita bukan budak lagi … pada malam ini, kita dipimpin dari penawanan menuju kebabasan.” Inilah jawaban Maria Magdalena kepada Maria dalam film itu. Untuk memahami mengapa hal ini cocok dengan apa yang kita pahami dengan Paskah yang mula-mula, yang merupakan “penciptaan kembali” dalam perayaan Paskah.

Dalam Kitab Keluaran, kita mengetahui bahwa orang Mesir merasa takut bahwa orang Israel yang bertambah banyak dan sampai suatu titik mereka akan dikuasai oleh orang Israel karena jumlah yang lebih besar dari orang Mesir, maka mereka menemukan cara untuk mengendalikan jumlah orang Israel. Dan pada kenyataannya, membuat kehidupan orang Israel lebih sengsara dengan perlakuan yang mereka terima. Allah “mendengar” rintihan umat-Nya dan meminta Musa menjadi perantara dengan Firaun untuk pembebasan orang Israel. Meskipun mengalami sembilan tulah yang diceritakan dalam Kitab Keluaran, Firaun begitu berkeras hati untuk menyetujui perintah Allah supaya membebaskan umat Israel. Satu tulah terakhir dikirimkan sehingga semua anak sulung mati.

Namun demikian, Allah memerintahkan supaya orang Israel makan perjamuan. Mereka harus menyembelih seekor domba, dan mengoleskan darahnya pada tiang pintu dan pada ambang atas, dan memanggang dan memakan anak domba itu. Ketika perintah ini dilakukan, malaikat maut akan melewati rumah mereka sehingga rumah itu selamat. Pada pagi berikutnya semua anak sulung orang Mesir ditemukan mati namun anak sulung orang Israel tetap hidup. Pada saat inilah Firaun melepaskan orang Israel yang pergi dengan tergesa-gesa.

Inilah perjamuan Paskah yang setiap orang Yahudi kenangkan kembali melalui perayaan ini. Perjamuan Paskah ini adalah Perjamuan Malam Terakhir yang Kristus makan bersama dengan para rasul-Nya. Hal ini sangat tepat karena pada hari berikutnya, Yesus (yang disebut sebagai “Anak Domba Allah” oleh Yohanes Pembaptis dalam Yohanes 1:29) dikorbankan, darah-Nya dioleskan pada kayu salib, dan tubuh-Nya diberikan kepada kita untuk dimakan (Yohanes 6:35, Matius 26:28, Lukas 22:19). Inilah tindakan yang memulihkan hubungan kita dengan Allah dan membebaskan kita dari kematian spiritual yang disebabkan oleh dosa asal, dan memberikan kita rahmat untuk membebaskan diri dari perbudakan dan kecenderungan kita untuk berbuat dosa. Kisah paralel ini dan pertanda tentang masa yang akan datang tidak bisa lebih besar dari hal ini. Jadi ketika Maria mengucapkan kalimat pembuka Paskah Yahudi, hal ini merujuk pada Paskah baru dan lebih sempurna yang telah dilakukan Adam yang Baru.

Pertemuan Yudas Iskariot dan Yesus; Pertemuan Petrus dan Maria

Yesus Tergantung di Jembatan (Sumber: thecatholictalks.com)

Ada suatu adegan ketika Yesus dibawa oleh para penjaga Imam Agung. Mereka melewati jembatan dan karena intensitas pukulan yang diterima Yesus, Dia jatuh ke jembatan itu dan tergantung dengan rantai yang mengamankan Dia. Dalam peristiwa yang singkat ketika Yesus tergantung, Dia melihat Yudas Iskariot dan mereka saling memandang.

Adengan non-Alkitabiah ini dimasukkan untuk membuat kesan bagi kita bahwa Yudas Iskariot memiliki kesempatan untuk bertobat dari pengkhianatannya. Dalam adegan ini, mata Yesus menatap tajam Yudas Iskariot seolah-olah Dia menantikan Yudas memohon pengampunan kepada-Nya. Beberapa detik berlalu dan Yesus ditarik ke atas. Peristiwa itu berlalu, begitu pula kesempatan bagi Yudas untuk menunjukkan tanpa pertobatan kepada Yesus sirnalah sudah. Hal berikut yang terjadi yang kita lihat adalah setan yang mengerikan muncul dari kegelapan untuk menghantui Yudas yang malang yang membuat ia gila dan melarikan diri.

Pertemuan Petrus dengan Maria (Sumber: thecatholictalks.com)

Adegan non-Alkitabiah lainnya yang secara kontekstual bisa disandingkan dengan adegan sebelumnya yaitu pertemuan antara Petrus dan Maria. Setelah Petrus menyadari bahwa dia sudah menyangkal Yesus tiga kali, dia melarikan diri sebagaimana Yudas lakukan. Namun demikian, dalam perjalanannya dia berlutut di hadapan Maria dan memohon pengampunan. Inilah reaksi kebalikan dari yang Yudas lakukan, Petrus melakukan tindakan pertobatan. Dia tidak bisa mengatakannya langsung kepada Kristus (namun dia akan lakukan setelah Kebangkitan ketika dia mengakui kasihnya kepada Kristus tiga kali dalam Yohanes 21) namun dia merasa bersalah sehingga harus mengatakannya kepada Maria, yang juga dia rasa khianati dengan cara yang lain.

Dua adegan ini menjadi jelas tentang cara berbeda yang dilakukan oleh kedua rasul dalam menghadapi rasa bersalah mereka.

Kematian Yudas Iskariot

Kematian Yudas Iskariot (Sumber: thecatholictalks.com)

Dalam adegan ketika Yudas Iskariot tidak sanggup lagi menghadapi rasa bersalahnya, dia mendapati dirinya berada di samping unta yang dipenuhi belatung, dan gigi unta yang seperti mengejeknya. Meskipun tidak ada referenda biblis tentang adegan ini, hal ini termasuk dalam kiasan tentang kutukan, yang mendorong Yudas ke ambang keputusasaan dan menggantung diri.

Belatung mengingatkan dia pada Yesaya 66:24 dan Markus 9:47-48:

Dan jika matamu menyesatkan engkau, cungkillah, karena lebih baik engkau masuk ke dalam Kerajaan Allah dengan bermata satu dari pada dengan bermata dua dicampakkan ke dalam neraka, di mana ulat-ulat bangkai tidak mati dan api tidak padam (Markus 9:47-48)

Gigi mengingatkan dia pada Matius 13:49-50:

Demikianlah juga pada akhir zaman: Malaikat-malaikat akan datang memisahkan orang jahat dari orang benar, lalu mencampakkan orang jahat ke dalam dapur api; di sanalah akan terdapat ratapan dan kertakan gigi.

Gigi dan ulat adalah representasi visual dari takdir Yudas. Dia lupa bahwa Allah itu berbelas kasih dan membuat dia terdorong ke perasaan di mana dia kehilangan seluruh harapan. Sangat mengerikan ketika kita menyadari bahwa tali yang digunakan untuk menggantung dirinya adalah tali yang sama yang berada di sekitar leher unta itu yang adalah tali kutukan.

Lanjut ke bagian 2

Sumber: “Inside The Passion of the Christ – Part 1/3”

Advertisement

Posted on 23 March 2019, in Kitab Suci, Seni dalam Gereja and tagged , , , , , , , , . Bookmark the permalink. 2 Comments.

Leave a Reply

Please log in using one of these methods to post your comment:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d bloggers like this: