[…] atau diakon kadang-kadang akan mengatakan, atau paduan suara menyanyikan, “Kyrie eleison” (“Tuhan, kasihanilah kami”): Kata-kata dalam bahasa Yunani ini…
Makna Adegan dalam Film “The Passion of the Christ” (Bagian 2/3)
Posted by Terang Iman
Oleh Joby Provido
Pada bagian kedua dari tiga seri artikel tentang penjelasan adegan-adegan non-Alkitabiah yang ditayangkan dalam film The Passion of the Christ. Pada bagian kedua ini, mari kita meninjau ulang dari adegan pencambukan sampai pada adegan Jalan Salib.
Yesus berada di Penjara Bawah Tanah Kayafas
Tidak ada ayat dalam Injil yang mencatat bahwa Yesus ditahan di penjara bawah tanah milik Kayafas. Namun demikian, hal ini menjadi masuk akal karena Yesus perlu disimpan di suatu tempat pada malam itu, sebelum Yesus dibawa ke hadapan Pilatus. Gereja St. Petrus di Gallicantu di Yerusalem konon dibangun di atas istana Imam Agung Kayafas. Pada atap gereja itu ada patung ayam yang merupakan peringatan akan tiga kali penyangkalan yang dilakukan Petrus “sebelum ayam berkokok” yang diyakini terjadi di tempat yang sama.
Di bawah gereja itu terdapat sebuah penjara bawah tanah yang dipercaya telah digunakan untuk menahan Yesus. Tempat itu sangat sempit dan gelap sehingga nyaris tidak ada tempat untuk bergerak. Dalam keadaan yang sebenarnya, tidak ada tangga, yang berarti tahanan itu harus diturunkan menggunakan tali atau rantai, begitu pula cara mengeluarkannya.
Dalam film ini terdapat suatu adegan di mana Yesus ditahan semalaman di tempat itu. Namun hal ini bukanlah yang mengejutkan dalam adegan ini. Apa yang dilakukan Maria adalah berjalan-jalan di sekitar istana itu dan tampaknya dia tahu di mana putranya ditahan. Maria mencari sampai bersujud ke lantai ke arah Yesus berada dan Yesus pula menengadah ke atas ke arah Maria berada. Walaupun adegan ini tidak Alkitabiah, namun adegan ini dimasukkan untuk menunjukkan kepada kita tentang keintiman Maria dalam keikutsertaannya dalam kisah sengsara putranya. Umat Katolik percaya bahwa Maria bukan hanya sebuah bejana yang digunakan untuk mengeluarkan Putra Allah. Namun sebaliknya, keikutsertaannya adalah saling terlibat dan terencana. Jika peristiwa kejatuhan Adam dan Hawa dilakukan oleh seorang pria dan seorang wanita, maka seorang pria dan seorang wanita memulihkannya melalui ketaatan mereka. Ketika Maria diminta menjadi Bunda Mesias, dia menerimanya bahkan jika dia sudah bertunangan dengan Yusuf (pada saat ini sudah bisa dianggap sebagai suami). Jika Sang Putra bukan kepunyaan Yusuf, maka Maria akan dipandang sebagai seorang pezinah yang hukumannya adalah dirajam sampai mati. Oleh karena itu, ketaatan Maria membahayakan hidupnya. Itulah risiko yang harus diambil untuk menyatu dengan rencana Allah, dan dalam adegan ini kita melihat keikutsertaan Maria yang berkesinabungan dalam rencana Allah.
Hati-Ku Siap
Alkitab King James Red Letter Edition mencetak kata-kata yang diucapkan Yesus dengan warna merah. Namun dalam film itu, tepat sebelum para prajurit hendak mencambuk-Nya, Yesus berseru, “Hati-Ku siap, Ya Allah; hatiku siap.” Seruan ini tentu saja bukan kutipan dari “tulisan merah.” Jadi mengapa menambahkan adegan ini?
Pertama, kutipan ini berasal dari Mazmur 57:
Kasihanilah aku, ya Allah, kasihanilah aku, sebab kepada-Mulah jiwaku berlindung; dalam naungan sayap-Mu aku akan berlindung, sampai berlalu penghancuran itu.
Aku berseru kepada Allah, Yang Mahatinggi, kepada Allah yang menyelesaikannya bagiku.
Kiranya Ia mengirim utusan dari sorga dan menyelamatkan aku, mencela orang-orang yang menginjak-injak aku.
Kiranya Allah mengirim kasih setia dan kebenaran-Nya.
Aku terbaring di tengah-tengah singa yang suka menerkam anak-anak manusia, yang giginya laksana tombak dan panah, dan lidahnya laksana pedang tajam.
Tinggikanlah diri-Mu mengatasi langit, ya Allah! Biarlah kemuliaan-Mu mengatasi seluruh bumi!
Mereka memasang jaring terhadap langkah-langkahku, ditundukkannya jiwaku, mereka menggali lobang di depanku, tetapi mereka sendiri jatuh ke dalamnya.
Hatiku siap, ya Allah, hatiku siap; aku mau menyanyi, aku mau bermazmur.
Bangunlah, hai jiwaku, bangunlah, hai gambus dan kecapi, aku mau membangunkan fajar!
Aku mau bersyukur kepada-Mu di antara bangsa-bangsa, ya Tuhan, aku mau bermazmur bagi-Mu di antara suku-suku bangsa; sebab kasih setia-Mu besar sampai ke langit, dan kebenaran-Mu sampai ke awan-awan.
Tinggikanlah diri-Mu mengatasi langit, ya Allah! Biarlah kemuliaan-Mu mengatasi seluruh bumi! (Mazmur 57:2-12)
Sungguh menarik memasukkan bagian dari mazmur ini ke dalam adegan ini, namun hal ini menjadi masuk akal karena Kristus menggunakan ayat pembukaan Mazmur 22 untuk membantu orang Yahudi melihat diri mereka sendiri. Ketika Yesus tergantung di kayu salib, Yesus berkata, “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” Orang Yahudi yang mengetahui Kitab Suci akan mengingat seluruh mazmur itu, yang di antaranya terdapat ayat-ayat semacam ini: “Jika Dia mengasihi-Nya, biarkan Dia menyelamatkan-Nya” (mengacu kepada Mazmur 22:9) yang dikatakan oleh orang Yahudi. Ayat lain yang berbunyi: “kering seperti beling, lidahku melekat pada langit-langit mulutku” (Mazmur 22:16) yang mengingatkan perkataan Yesus “Aku haus.” Dan juga, “mereka menusuk tangan dan kakiku” (Mazmur 22:11) yang merupakan gambaran yang jelas tentang penyaliban. Dan juga, “mereka membagi-bagi pakaianku di antara mereka, dan mereka membuang undi” (Mazmur 22:19) yang merupakan kata-kata yang tepat sekali yang membuat mazmur ini menjadi pertanda di masa depan tentang adegan penyaliban Yesus.
Dengan kata-kata tersebut, kita diingatkan kembali dengan seluruh mazmur yang mengungkapkan apa yang ada dalam hati Kristus, yaitu melakukan kehendak Bapa bahkan sampai sehabis-habisnya. Yang menarik adalah Kayafas dan para imam lainnya mendengar Yesus mengatakan hal ini, namun mereka tidak “melihat” hal itu (menangkap keseluruhan penggenapan dalam Mazmur 22 ketika penyaliban Kristus –red.).
Claudia dan Kain Linen
Claudia Procles ialah istri dari Pontius Pilatus. Dia berkata kepada suaminya untuk tidak melakukan apa-apa terhadap Yesus karena dia bermimpi buruk tentang hal itu. Meskipun demikian, sepertinya Pilatus jatuh ke dalam perangkap Sanhedrin (Mahkamah Agama Yahudi –red.) dan akhirnya Yesus disesah. Dalam suatu adegan di mana Yesus dicambuk dengan brutal, kita bisa melihat Claudia mencari Maria dan Maria Magdalena yang sedang bersusah hati, dan kemudian Claudia memberikan mereka kain linen.
Kitab Suci tidak mencatat adegan ini, dan adegan ini akan menjadi aneh jika kita tidak memahaminya. Pada tahap Kisah Sengsara ini, Pilatus belum menjatuhkan hukuman kepada Kristus. Pilatus mengira dengan hanya mencambuk Yesus dengan brutal bisa menenangkan orang Yahudi. Jadi pada tahap ini, tidak seorangpun yang akan tahu bahwa Yesus akan disalibkan. Jadi masuk akal sekali jika Claudia menawarkan kain linen untuk membalut luka-luka Kristus. Jadi walaupun Claudia tidak bisa berbuat apa-apa tentang siksaan Yesus, dia menawakan kain linen sebagai upaya penyembuhan.
Maria menyeka Darah Kristus
Ketika peristiwa pencambukan selesai dan Kristus dibawa kembali menghadap Pilatus untuk ditunjukkan kepada orang Yahudi, sedangkan Maria, Maria Magdalena, dan Yohanes tetap tinggal di halaman tempat penyiksaan. Kedua wanita ini menggunakan kain linen yang diberikan oleh Claudia untuk menyeka darah Kristus yang berceceran di lantai.
Ini adalah adegan lainnya yang tidak didukung oleh Kitab Suci, namun adegan ini ada karena suatu alasan. Rupanya, ini adalah tugas para imam Yahudi untuk mengelap darah kurban di bait suci. Peristiwa pengurbanan berlangsung di bait suci dan dikatakan bawa Anda bisa mencium bau Yerusalem sebelum Anda bisa melihat kota itu, karena banyak kurban dilakukan di bait suci. Praktik ini juga diserap dalam tata cara ibadat Katolik. Jika Anda melihat imam ketika Misa berlangsung, sebelum imam membereskan piala, imam akan membersihkan piala itu dengan selembar kain (purifikatorium –red.). Kenyataannya, imam itu sedang membersihkan darah Kristus yang baru saja dipersembahkan sebagai kurban kepada Bapa.
Maka adegan ini dimasukkan untuk mengingatkan kita bahwa Kristus adalah jembatan antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru di mana kita tidak lagi mengurbankan seekor lembu, namun Kristus sendiri yang merupakan kurban yang paling sempurna.
Maria: Bunda Sejati dan Bunda Kudus
Ketika para penjahat yang dihukum dibawa ke jalan, Iblis muncul. Sepertinya tak seorangpun yang melihatnya, bahkan Yesus sendiri. Namun dalam adegan ini, Maria mengunci pandangannya seolah-olah sedang bermain mata dengan seseorang yang mana yang lebih dahulu mengedipkan mata adalah yang kalah. Dalam “permainan” ini, Iblis memalingkan mukanya terlebih dahulu seperti tiba-tiba menyadari bahwa Iblis itu tidak akan menang.
Sepertinya, Iblis tahu bahwa ada sesuatu yang berbeda dalam diri Maria. Maria itu pasti diciptakan dengan sesuatu yang lain yang dapat “melihat” Iblis ketika orang lain tidak bisa melihatnya. Tentu saja itu karena kekudusan Maria yang merupakan sesuatu yang berbeda dari semua manusia yang diciptakan. Umat Katolik percaya bahwa Maria dikandung tanpa noda dosa asal. Adam dan Hawa diciptakan kudus (yang tidak bercela di mata Allah) dan dengan demikian dalam persatuan dengan Allah, mereka berbagi keliahian-Nya. Ketika mereka melakukan dosa pertama, mereka kehilangannya. Dan sifat itu diwariskan ke seluruh generasi. Namun demikian, untuk mempersiapkan rahim yang layak untuk membawa Putra Allah selama sembilan bulan, wanita itu harus tidak memiliki noda dosa sama sekali, bahkan tanpa dosa asal. Noda dosa apapun akan berarti pribadi itu berada di bawah kuasa Iblis (makhluk yang tidak suci itu). Jadi tidak akan menjadi masuk akal jika Putra Allah dilahirkan dari seorang ibu yang berada dalam kuasa makhluk yang tidak suci. Tidak mungkin! Jadi melalui kepantasan yang sama dengan tindakan penebusan Kristus dari sengsara, wafat dan kebangkitan, maka Allah yang tentu saja bisa melakukannya menerapkan hal itu kepada Maria. Jadi, karena Maria adalah “ciptaan baru” atau sama seperti dengan Hawa yang pertama sebelum Hawa jatuh ke dalam dosa, Maria juga bersatu dengan Allah, yang bersama Allah, Maria berbagi sifat ilahi. Maka inilah yang menjadi kepastian bahwa terang yang bersinar dari Maria ini yang diperhatikan oleh Iblis.
Maria menatap Iblis seolah-olah menempatkan si Iblis ke dalam tempat yang pantas baginya. Beberapa orang berpendapat bahwa kekuatan baik dan kekuatan jahat sama-sama sedang berjuang saling melawan. Seolah-olah satu sisi milik Allah yang baik dan sisi lawan adalah milik Iblis yang jahat. Pendapat ini tentu saja tidak masuk akal. Allah itu mahakuasa dan tidak terbatas, dan Iblis hanyalah ciptaan gagal yang memiliki keterbatasan dan hanya bisa melakukan apa yang bisa dilakukan seijin Allah. Maka pertempuran itu tidak sama kuat, tentu saja Allah akan menang. Allah telah melihatnya dan menyatakannya dalam Kitab Wahyu di mana semua manusia yang diciptakan adalah warga dari Yerusalem Baru. Ketika Maria menatapnya, itulah metafora kemenangan pihak yang baik dan kekalahan si jahat, bahkan ketika si jahat tampak menang saat itu.
Walaupun Maria dikandung tanpa noda, namun dia tetaplah seorang ibu. Maria tidak pernah kehilangan naluri keibuannya. Dia ingin selalu dekat dengan putranya ketika putranya itu memanggul salib. Yohanes tahu jalan sempit dan membimbing Maria menuju ke sana. Ketika Yesus tidak ada dalam pandangan Maria, untuk sementara waktu menjauhkanya dengan pandangan mengerikan kisah sengsara. Melalui kilas balik, Maria mengingat suatu waktu ketika kanak-kanak Yesus secara tidak sengaja jatuh, kemudian Maria berlari untuk menolong-Nya. Kilas balik itu terputus ketika kita kembali ke dalam kenyataan yang mengerikan yang sedang terjadi. Karena beban salib, Kristus jatuh, dan Maria secara naluriah berlari untuk menolong-Nya sekali lagi.
Inilah satu adegan yang pasti membuat kita meneteskan air mata. Adegan ini efektif karena kita tahu bagaimana seorang ibu memiliki kasih tanpa syarat bagi anak-anaknya. Hal ini mengungkapkan kita kepada kasih semacam apa yang Maria miliki untuk Yesus, putranya.
Maria berlari dan berkata, “Aku disini, aku disini.” Dan itulah yang Kristus perlu ketahui bahwa ada seseorang yang bersama-Nya berbagi kisah sengsara-Nya. Untuk itu Kristus menjawab, “Lihatlah, Ibu, Aku akan membuat segala sesuatu baru.” Ini adalah naskah yang non-Alkitabiah, namun ini menjelaskan misi Kristus dan membawa “kalimat penutup” dalam rangkaian adegan ini.
Kalimat penutup itu tentu saja frase yang merujuk kepada kitab terakhir dalam Alkitab, yaitu Kitab Wahyu 21:5 yang berbunyi, “Ia yang duduk di atas takhta itu berkata: “Lihatlah, Aku menjadikan segala sesuatu baru!”” Hal ini dikatakan dalam hubungannya dengan surga yang baru dan bumi yang baru, dan Yerusalem yang baru. Inilah misi Kristus.
Sumber: “Inside The Passion of the Christ – Part 2/3”
Share this:
- Click to share on Twitter (Opens in new window)
- Click to share on Facebook (Opens in new window)
- Click to share on Pinterest (Opens in new window)
- Click to share on WhatsApp (Opens in new window)
- More
- Click to email a link to a friend (Opens in new window)
- Click to print (Opens in new window)
- Click to share on LinkedIn (Opens in new window)
- Click to share on Tumblr (Opens in new window)
- Click to share on Reddit (Opens in new window)
- Click to share on Pocket (Opens in new window)
- Click to share on Telegram (Opens in new window)
- Click to share on Skype (Opens in new window)
Related
Posted on 26 March 2019, in Kitab Suci, Seni dalam Gereja and tagged Claudia Procles, Joby Provido, John Bartunek, Maria, Maria Magdalena, St. Yohanes Penginjil, The Passion of the Christ, Yesus Kristus. Bookmark the permalink. 1 Comment.
Leave a Reply Cancel reply
This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.
Pingback: Makna Adegan dalam Film “The Passion of the Christ” (Bagian 1/3) | Terang Iman