Apakah Jalan ke Neraka Disusun dengan Tengkorak Para Imam?

Oleh Trent Horn

St. Yohanes Krisostomus (Sumber: wikipedia.org)

Setiap kali ada berita skandal yang melibatkan para klerus Gereja Katolik (bahkan paus sekalipun) merebak di media sosial. Saya memperhatikan, ada beberapa orang di media sosial akan membagikan kutipan yang dikaitkan dengan St. Yohanes Krisostomus, yang kira-kira berbunyi demikian:

“Jalan ke neraka itu tersusun dari tulang-belulang para imam dan rahib (yang kacau), dan tengkorak para uskup sebagai penunjuk jalannya.”

Ada juga sumber-sumber lain yang mengaitkan variasi dari kutipan ini yang dikaitkan dengan St. Athanasius yang bunyinya lebih parah daripada “kutipan St. Yohanes Krisostomus,” kira-kira bunyinya demikian: “Lantai neraka disusun oleh tengkorak para imam.”

Kutipan di atas selalu mendorong saya untuk bertanya, “Apakah benar demikian?” Pertanyaan saya ini memiliki dua arti. Yang pertama, “Apakah benar seorang yang kudus mengatakan hal ini? Dan yang kedua, “Apakah yang dikatakan orang kudus ini benar atau sekadar pemikian yang salah yang tidak pernah mereka katakan?”

Mengenai pertanyaan pertama, sepertinya saya tidak dapat menemukan sumber asli yang berisi kutipan ini. Faktanya, gambaran neraka ini lebih mirip kepada seorang penulis abad pertengahan yang bernama Dante Alighieri daripada tulisan para Bapa Gereja mula-mula. Hubungan awal mengenai kutipan ini dan juga kutipan St. Yohanes Krisostomus sepertinya berasal dari seorang reformator Protestan yang bernama John Wesley, “Seorang pendeta yang tidak bertobat dan mati adalah jendral pembunuh bagi jemaatnya … Saya tidak dapat menyalahkan St. Krisostomus jika dia mengatakan, “Neraka disusun dengan tengkorak para imam Kristen yang seperti itu!”

Tapi jika St. Krisostomus tidak mengatakan demikian, apakah ada sedikit nilai kebijaksanaan untuk membagikannya kepada orang lain?

Sekali lagi, saya akan menjawab dengan nada negatif. Bahkan saya pikir bahwa membagikan kutipan ini dapat dianggap sebagai suatu kesombongan dan sesuatu yang tidak memiliki belas kasihan. Misalnya tanggapan seperti ini, “Lihat, sudah saya katakan padamu kalau para imam itu tidak bisa dipercaya!”

Tidak masalah untuk menyorot “hal unik” yang dihadapi para klerus ini dan mengingatkan orang-orang supaya mereka tidak menyimpulkan keberadaan Gereja yang tidak dapat salah dengan keberadaan para klerus yang sempurna (atau relatif tidak berdosa). Seorang imam dan apologis dari Inggris yaitu Ronald Knox mengatakan demikian, “Seseorang yang berlayar dengan kapal St. Petrus sebaiknya tidak melihat terlalu dekat ke ruang mesin.”

Membagikan kutipan itu mungkin tidak meneguhkan, seolah-olah para imam dan para uskup adalah tipe orang-orang seperti itu yang akan berakhir dalam keadaan terkutuk. St. Yohanes Krisostomus tidak pernah menyatakan demikian, meskipun dia khawatir mengenai jiwa para klerus. Dalam komentarnya tentang Kisah Para Rasul, dia menulis demikian, “Jiwa seorang uskup itu untuk seluruh dunia, seperti sebuah bahtera dalam badai: dihantam dari setiap sisinya, oleh teman, oleh musuh, oleh orangnya sendiri, oleh orang asing … Saya tidak berpikir ada banyak di antara para uskup yang akan diselamatkan, namun lebih banyak lagi yang binasa.”

Para penulis Perjanjian Baru menyatakan keprihatinan yang sama terhadap para klerus. Yakubus 3:1 mengatakan, “Saudara-saudaraku, janganlah banyak orang di antara kamu mau menjadi guru; sebab kita tahu, bahwa sebagai guru kita akan dihakimi menurut ukuran yang lebih berat.” St. Paulus dalam suratnya kepada Timotius menuliskan demikian, “Orang yang menghendaki jabatan uskup menginginkan pekerjaan yang indah.” Kemudian dia memberikan Timotius sederet persyaratan untuk memegang jabatan ini dan memperingatkan agar tidak menahbiskan mereka yang baru bertobat atau tidak bisa mengepalai rumah tangganya sendiri. Paulus takut jika salah satu dari orang-orang yang ditahbiskan ini, “menjadi sombong dan kena hukuman Iblis” atau “digugat orang dan jatuh ke dalam jerat Iblis” (1 Timotius 3:6-7).

Dalam buku saya yang berjudul “Why We’re Catholic” saya pernah memberikan gambaran kepada seorang wanita yang berjuang untuk menyelesaikan pergulatan iman Katoliknya dengan skandal pelecehan yang dilakukan klerus. Dia bertanya demikian, “Jika mereka benar-benar para manusia dari Allah dalam Gereja Kristus, mengapa mereka bisa melakukan hal seperti itu?
Saya menjawab, “Bolehkan saya bertanya kepadamu, apakah si Iblis membenci Gereja Kristus?”
“Tentu saja!”
“Maka dari semua anggota Gereja itu, siapakah yang akan paling utama dia serang?
Kemudian dia berpikir sejenak dan berkata, “Para imam!” Hal ini menggemakan apa yang dikatakan St. Yohanes Vianney, santo pelindung para imam, yang berkata, “Ketika orang-orang ingin menghancurkan suatu agama, mereka akan memulainya dengan menyerang para imam; karena ketika tidak ada imam, maka tidak ada kurban: dan ketika tidak ada kurban, maka tidak ada lagi agama”

Skandal yang melanda Gereja, termasuk yang terjadi belakangan ini, hendaknya dijadikan sebagai pengingat bahwa seharusnya kita saling mendoakan satu sama lain, dan menyemangati satu sama lain dalam berbagai cara praktis. St. Paulus dalam suratnya kepada orang-orang di Galatia menulis demikian, “Kalaupun seorang kedapatan melakukan suatu pelanggaran, maka kamu yang rohani, harus memimpin orang itu ke jalan yang benar dalam roh lemah lembut, sambil menjaga dirimu sendiri, supaya kamu juga jangan kena pencobaan. Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus” (Galatia 6:1-2).

Daripada membagikan kutipan-kutipan yang meragukan yang bisa menimbulkan seorang oportunis berbicara “Saya sudah mengatakannya kan,” sebaiknya kita membagikan doa-doa kita bagi para imam, sehingga mereka mampu menanggung beban yang “unik” itu ketika mereka menghadapinya sebagai para gembala bagi para kawanan domba Kristus. Ada sebuah contoh yang luar biasa, yaitu doa dari Paus Benediktus XVI berikut ini:

“Tuhan Yesus Kristus … Berikanlah kepada mereka semua yang ditahbiskan dalam pelayan imamat, supaya mereka semakin selaras dengan Engkau, Tuhan. Semoga mereka memberitakan Injil dengan hati yang murni dan nurani yang bersih. … Melalui doa-doa dari Santa Perawan Maria, Bunda-Mu dan Bunda kami, bawalah seluruh imam dan kawanan domba yang dipercayakan pada pemeliharaan mereka menuju kepenuhan kehidupan kekal di mana Engkau tinggal dan meraja bersama dengan Bapa dan Roh Kudus, Allah yang satu, kini dan sepanjang masa. Amin.

 

Sumber: “Is the Road to Hell Paved with the Skulls of Priests?”

Posted on 14 September 2019, in Apologetika and tagged , , , , . Bookmark the permalink. Leave a comment.

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.