Bagaimana Menyikapi Gangguan ketika Berdoa?

Oleh Romo Boniface Hicks, OSB, dan Romo Thomas Acklin, OSB

Para Murid Tertidur di Taman Getsemani (Sumber: stpaulcenter.com)

“Saya hendak berdoa tapi tidak melakukan apapun. Saya hanya duduk di sana. Setelah beberapa saat, saya mulai merasa tidak nyaman. Saya tidak yakin harus berkata apa. Jujur, saya merasa tidak yakin apakah ada yang mendengarkan. Saya berusaha untuk berbicara dengan Allah, namun saya hanya mendengar gaung yang ada dari pikiran saya. Kemudian ada beberapa hal yang datang tiba-tiba dan mulai memenuhi pikiran saya. Saya ingat beberapa pengalaman masa lalu, dan kemudian saya merasa sedikit terkejut. Kemudian saya mengeluarkan rosario saya untuk menyibukkan diri, namun ketika saya mulai berdoa, saya teralihkan oleh seseorang yang melangkah ke luar kapel. Tak ada seorang pun selain saya. Dan saya benar-benar merasa sendirian. Saya mulai bosan, mata saya mulai terpejam. Saya mulai terkantuk-kantuk. Lalu tiba-tiba saya terbangun, dan saya merasa kesal. Saya pikir, hal ini tidak berguna. Saya tidak akan pernah bisa berdoa. Maka saya berdiri dan pergi dari sana.”

Pengalaman seperti itu biasa terjadi, bahkan bagi seseorang yang sudah bertekun dalam doa selama bertahun-tahun. Gambaran kita mengenai para kudus dalam hidup doa, memberikan kita kesalahpahaman bahwa mereka yang berdoa dengan baik ini sudah melampaui pengalaman seperti itu. Kita membayangkan bahwa mereka adalah ahlinya berdoa dan lebih mirip dengan malaikat, duduk dengan khusyuk, memusatkan perhatian kepada Allah sambil melakukan percakapan yang mendalam dan bermakna dengan-Nya. Berbeda jauh dengan yang kita alami, seolah-olah perlu teknik rahasia atau harus mempunyai gen yang spesial untuk membuat mereka menjadi orang yang berbeda dari orang lain. Berita buruknya adalah tidak mudah menemukan teknik rahasia atau formula ajaibnya. Berita baiknya adalah Allah sudah menjadi manusia, sehingga setiap dari kita bisa memiliki persatuan yang mendalam dan intim dengan-Nya dalam doa dan di sepanjang hidup kita sampai nanti dalam keabadian.

Kita berdoa sebagai manusia. Pernyataan ini kelihatannya sangat mudah dipahami, namun hal itu mengarah pada sesuatu yang bisa menjadi batu sandungan bagi kita yang sedang berusaha untuk berdoa. Seolah-olah sisi manusiawi kita tidak dapat mencapai Allah yang trensenden dan tak terbatas. Maka, karena doa itu berkomunikasi dengan Allah, kita mengira bahwa entah bagaimana kita harus melebihi batas kemanusiaan kita untuk berdoa dan mencapai Allah. Dan kita merasa bahwa kemanusiaan kita tidak memadai untuk memperoleh perhatian Allah. Kenyataannya, kita sering merasa terganggu oleh sisi kemanusiaan kita. Ketika kita berkata, “Saya hanyalah manusia,” kita menggunakan kalimat itu sebagai sebuah alasan. Kita merasa tertekan karena itu. Kita merasa malu dengan diri kita sendiri.

Sebagian besar waktu kita dalam doa, kita terganggu oleh berbagai pengalihan pikiran, godaan, kelelahan, kesedihan, kejengkelan, dan suasana hati buruk lainnya! Hal seperti itu menghambat doa kita, dan kita merasa berkecil hati. Untungnya, semua hal itu sebenarnya bukan hambatan dalam doa kita, namun hanyalah bagian kemanusiaan kita, dan kita harus belajar memasukkannya ke dalam doa kita. Rintangan yang sebenarnya dalam berdoa adalah ketika kita mencoba menjadi malaikat dengan menolak aspek-aspek kemanusiaan kita, seolah-olah hal itu adalah sesuatu yang salah dalam diri kita. Alih-alih, Allah merasa tidak senang dengan aspek kemanusiaan kita yang lemah ini, Ia bermaksud menjadikan hal itu sebagai bagian yang tak terpisahkan dalam hubungan kita dengan-Nya dan menjadi cara bagaimana hubungan ini semakin mendalam dalam doa.

Selain kelemahan kita itu, kita juga adalah pendosa. Terkadang rasa bersalah dan merasa diri tidak layak bisa menjadi penghalang untuk mendekatkan diri dengan Tuhan dalam doa. Kita mungkin merasa bahwa beban dosa kita akan menghalangi kita untuk bisa berkomunikasi dengan Allah. Kita mungkin benar-benar berpikir bahwa Allah tidak akan terbuka dengan kita! Namun sebaliknya, kondisi kejatuhan kita meningkatkan kebutuhan kita akan doa, dan ketika kita memahami dengan benar perasaan tidak layak itu, maka dapat meningkatkan disposisi batin kita akan doa. Ketika kita benar-benar tahu betapa putus asanya kondisi kita yang jatuh, kita tahu betapa butuh kita untuk berdoa, dan kita tahu betapa kita butuh Allah! Sebagaimana St. Paulus mengingatkan kita, “harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat” (2 Korintus 4:7). Allah menciptakan kita sebagai manusia, dan Ia menjalin hubungan dengan kita manusia sehingga kita bertumbuh dalam doa sebagai manusia. Jika Allah ingin kita berdoa seperti malaikat, maka Ia akan menciptakan kita sebagai malaikat.

Kemanusiaan kita, yang tampak menjadi batu sandungan utama dalam doa, sebenarnya adalah yang membuat doa menjadi mungkin dan bahkan menjadikan doa sebagai hadiah yang luar biasa. Allah merendahkan diri untuk masuk ke dalam kemanusiaan kita yang paling dalam. Dengan hal itu, Allah juga mengangkat kita supaya seperti Dia, dan menjadikan kita satu dengan-Nya, sejauh kita memperkenankan Ia masuk ke dalam diri kita.

Romo Boniface Hicks, OSB, adalah seorang rahib Benediktin dari Biara Agung St. Vincent di Latrobe, Pennyslvania. Dia memberikan pengarahan spiritual bagi pria dan wanita, termasuk pasangan suami istri, seminaris, kaum religius hidup bakti, dan para imam.

Romo Thomas Acklin, OSB, adalah seorang rahib Benediktin dari Biara Agung St. Vincent di Latrobe, Pennyslvania. Dia seorang psikoanalisis sekaligus direktur spiritual. Romo Acklin pernah menjabat sebagai profesor dan direktur spiritual di Saint Vincent Seminary, di sana juga dia menjabat sebagai rektor.

Sumber: “Am I Really Praying?: Dealing with Distraction”

Advertisement

Posted on 19 February 2020, in Doa, Kenali Imanmu and tagged , . Bookmark the permalink. Leave a comment.

Leave a Reply

Please log in using one of these methods to post your comment:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d bloggers like this: