Kejijikan yang Membinasakan

Oleh Joseph Shaw

Akhir Zaman (Sumber: catholic.com)

Konsep yang menakutkan dari Kitab Suci ini digunakan untuk mempersiapkan kita menghadapi masa Adven. Apa artinya?

Leksionari tradisional untuk hari Minggu XXIV, atau Minggu Terakhir Setelah Pentakosta, terdapat bacaan Injil dari Matius 24:15-35, yang dimulai seperti ini: “Jadi, apabila kamu melihat ‘Kejijikan yang Membinasakan’ berdiri di Tempat Kudus, menurut firman yang disampaikan oleh Nabi Daniel – pembaca hendaklah memahaminya – maka orang-orang yang di Yudea haruslah melarikan diri ke pegunungan (TB2).” Ini adalah bagian dari Injil Matius yang disebut sebagai akhir zaman: misterius, bermakna, dan menakutkan.

Salah satu misteri tentang hal ini adalah mengapa harus ditemukan pada hari Minggu yang khusus, ketika kita hendak memasuki masa Adven. (Bacaan ini tidak ditemukan di mana pun dalam leksionari yang diproduksi setelah Konsili Vatikan II, bahkan sebagai pilihan bacaan untuk beberapa kategori martir).

Jawaban yang jelas namun keliru adalah bahwa perlakuan terhadap “Hal-Hal Terakhir” (kematian, penghakiman, neraka, dan surga) diserukan pada akhir tahun Gereja. Hal ini keliru karena Minggu Terakhir Setelah Pentakosta, secara historis, tidak dianggap sebagai akhir tahun Gereja; tidak ada konsep seperti itu. Tahun liturgi bukanlah sesuatu yang linear, tetapi sebuah siklus.

Fokus perhatian pada Misa-misa terakhir setelah Pentakosta tidak secara tajam dibedakan dengan Misa-misa pada awal masa Adven. Sebaliknya, ada tumpang tindih dalam pengembangan Buku Misa, karena beberapa bagian memiliki masa Adven selama lima hari Minggu, bukan empat hari Minggu. Hari Minggu XXIV Setelah Pentakosta memulai rangkaian doa kolekta yang dimulai dengan Excita: “membangkitkan,” secara tradisional merupakan isyarat untuk mengaduk puding Natal, tetapi secara lebih serius merupakan permohonan yang mendesak kepada Allah, untuk membangkitkan “kehendak umat-Mu yang setia.” Minggu Adven I memohon kepada Allah untuk membangkitkan “kuasa-Mu” supaya melindungi kita; Minggu Adven II memohon kepada-Nya untuk membangkitkan “hati kita,” supaya siap menyambut kedatangan Kristus.

Dengan demikian, Injil tentang Kejijikan yang Membinasakan perlu dibaca dalam konteks masa Adven, yang dipersiapkan bukan hanya untuk hari Minggu ini saja, tetapi juga untuk beberapa hari Minggu sebelumnya. Kita menemukan referensi-referensi tentang Penghakiman Terakhir di dalam surat-surat Paulus pada hari Minggu XXIII dan Minggu XXII, bahkan pada hari Minggu XXI ditemukan baik dalam surat Paulus maupun bacaan Injil.

Apa yang menyatukan Penghakiman Terakhir dan Adven adalah pemikiran tentang Kristus yang datang ke bumi. Dia datang ke bumi, pada hari Natal, sebagai seorang bayi yang tidak berdaya; dan Dia akan datang kembali sebagai seorang hakim. Tetapi sebenarnya bayi itu bukanlah bayi yang tak berdaya seperti yang terlihat. Kehadiran-Nya di dunia menimbulkan sebuah krisis: seperti halnya orang jahat akan gemetar ketika Kristus datang untuk kedua kalinya, demikian pula mereka akan dipenuhi dengan ketakutan pada kedatangan-Nya yang pertama. Seperti yang kita nyanyikan dalam Introit Misa Tengah Malam tradisional, “Mengapa rusuh bangsa-bangsa?” (Mazmur 2:1).

Dalam mempersiapkan kedatangan Kristus sebagai bayi, kita juga mempersiapkan kedatangan Kristus sebagai hakim, karena bayi itu sudah menjadi hakim. Ia memaksa kita untuk menghakimi diri kita sendiri, dengan cara bertutur kata (lihat Yohanes 3:18). Orang baik dan orang jahat, Raja Herodes dan Orang Majus serta para gembala, memisahkan diri mereka sendiri dengan reaksi mereka yang kontras terhadap kelahiran Juruselamat. Persiapan kita untuk Natal harus didasari oleh kebutuhan untuk mempersiapkan diri menghadapi akhir zaman, karena penampakan Kristus sebagai seorang anak merupakan antisipasi dari akhir zaman.

Cara terjadinya akhir zaman diperkirakan dalam sejarah diperjelas oleh Injil tentang “Kejijikan yang Membinasakan.” Seperti yang dikatakan Kristus, hal ini merujuk kepada Nabi Daniel. Dalam wacana ini, Kristus mengalir dengan lancar dari apa yang terlihat sangat jelas sebagai gambaran tentang pengepungan dan penghancuran Yerusalem, sebuah peristiwa bersejarah yang akan terjadi pada tahun 70 M, kepada gambaran tentang penghakiman atas seluruh ciptaan. Begitu juga dengan Daniel, tampaknya berbicara tentang sesuatu yang spesifik yaitu peristiwa Penistaan Bait Suci oleh Kaisar Seleukia yang bernama Antiokhus IV pada tahun 168 S.M., tetapi kemudian beralih ke pembahasan tentang penghakiman terakhir Allah atas semua bangsa. Tradisi apokaliptik ini dikembangkan lebih lanjut oleh Kitab Apokalipsis atau Wahyu.

Tahap akhir sejarah, yang akan berpuncak pada Penghakiman Terakhir, akan ditandai dengan penganiayaan terhadap Gereja dan perbuatan-perbuatan yang mengerikan dan penghujatan. Oleh karena itu, berulang kali kita akan melihat pola sejarah, periode-periode penganiayaan dan kehancuran, yang diikuti oleh semacam campur tangan, penghakiman, atau pemulihan Gereja oleh Allah. Pola ini mungkin sulit untuk dilihat pada saat itu, tetapi cukup jelas jika dilihat dalam jangka panjang. Contoh yang baik adalah penganiayaan oleh kaisar Diokletianus, penganiayaan yang paling parah dari semua penganiayaan Romawi, yang dimulai pada tahun 303 dan diikuti oleh keberpihakan kaisar Konstantinus kepada Kekristenan, terutama dengan Maklumat Milan pada tahun 313.

Satu pelajaran yang dapat diambil dari Injil tentang “Kejijikan yang Membinasakan” yaitu semakin buruk keadaan yang terjadi, semakin dekat pula kita dengan campur tangan Allah yang menentukan. Pelajaran lainnya adalah bahwa penganiayaan yang mengerikan terhadap Gereja, dan penistaan yang buruk terhadap benda-benda kudus, akan menjadi awal dari Kedatangan Kedua, tetapi hal-hal yang sangat buruk yang terjadi juga merupakan bagian dari pola sejarah yang mengarah ke titik itu. Hal-hal ini akan terjadi berkali-kali dan setiap kali, bahkan sudah terjadi berkali-kali namun Gereja telah pulih dan berjaya kembali. Bukan berarti bahwa bertahan dalam masa-masa ini akan mudah, atau membangun kembali institusi-institusi Gereja yang hancur akan menjadi hal yang mudah. Namun demikian, seperti yang diungkapkan oleh G.K. Chesterton, “Kekristenan sudah berkali-kali mati dan bangkit kembali; karena ia memiliki Allah yang mengetahui jalan keluar dari kubur.”

 

Sumber: “The Abomination of Desolation”

Posted on 22 December 2023, in Apologetika, Sejarah Gereja and tagged , . Bookmark the permalink. Leave a comment.

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.