Mengapa Kita Membaca Silsilah Yesus pada Vigili Natal

Oleh Dr. John Bergsma

The Nativity karya Jacapo (Sumber: stpaulcenter.com)

Dalam kurun waktu dua puluh empat jam, ada empat Misa yang dirayakan oleh Gereja: Misa Vigili (Misa Sore Menjelang Natal), Misa Malam, Misa Fajar, dan Misa Siang. Bacaan untuk keempatnya begitu indah, seperti satu pesta rohani yang berkesinambungan, benar-benar melahap isi Kitab Suci.

Bacaan-bacaan untuk hari raya ini termasuk yang paling penting dalam seluruh Kitab Suci, dan tidak ada habisnya untuk mengulas setiap bacaan.

Bacaan Injil pada Vigili Natal, silsilah Yesus sangat kaya makna dan masih banyak yang bisa saya bahas di sini namun agaknya tidak akan cukup dibahas dalam tulisan yang singkat ini. Semoga semua orang akan membaca bacaan yang panjang dan bukan memilih bacaan yang lebih pendek, yang melewatkan silsilahnya. Silsilah adalah salah satu aspek yang paling menarik dari bacaan ini, jadi sayang sekali jika kita melewatkannya.

Matius memulai Perjanjian Baru dengan “Kitab tentang daftar keturunan Yesus Kristus, anak Daud, anak Abraham.” Dengan cara ini, Matius mengaitkan Yesus dengan penggenapan janji-janji yang diberikan kepada tiga bapa leluhur yang agung: Adam, Daud, dan Abraham.

Frasa “kitab silsilah” menghubungkan Yesus dengan Adam, karena satu-satunya kemunculan frasa ini di dalam Alkitab adalah dalam Kejadian 5:1, yang berbunyi “Inilah daftar keturunan Adam.” Dengan demikian, Matius menampilkan Yesus sebagai Adam Baru, bapa dan pendiri umat manusia yang baru, manusia baru yang tidak berdosa dan putra sulung Allah Bapa; seorang nabi, imam, dan raja atas alam semesta.

Kemudian, dengan menyebut gelar Yesus sebagai “anak Daud” dan “anak Abraham,” Matius mengindikasikan bahwa Yesus bukan hanya keturunan dari orang-orang ini, tetapi keturunan istimewa yang melalui mereka janji-janji perjanjian yang telah ditetapkan akan digenapi. Semua orang Yahudi adalah anak-anak Abraham (Matius 3:9), dan mungkin semua orang di Nazaret adalah keturunan keluarga Daud. Tetapi Yesus adalah sang keturunan itu. Kepada Abraham, Allah berjanji “oleh keturunanmu semua bangsa di bumi akan mendapat berkat” (Kejadian 22:18 TB2), dan kepada Daud, Ia berjanji, “Aku akan membangkitkan keturunanmu kemudian, anak kandungmu, dan Aku akan mengokohkan kerajaannya. Dialah yang akan mendirikan rumah bagi nama-Ku dan Aku akan mengokohkan takhta kerajaannya untuk selama-lamanya” (2 Samuel 7:12-13 TB2).

Kemudian Matius melanjutkan dengan menyampaikan silsilah Yesus. Saat ini kita cenderung menganggap silsilah sebagai sesuatu yang membosankan, yang merupakan bagian dari budaya misantropis yang berpengaruh besar di Barat modern dan  budaya ini membenci hal tentang keluarga, di mana keluarga dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya (perkawinan, menjadi ibu, menjadi ayah, melahirkan anak, dan sebagainya) menjadi bahan cemoohan, kritikan, dan perlu didefinisikan ulang. Tetapi silsilah sangat penting pada zaman Yesus, ketika kontroversi berkisar pada kedudukan raja dan imam besar, karena baik raja (Herodes) maupun imam besar (keturunan Makabe) tidak memiliki silsilah yang tepat untuk melayani dalam jabatan mereka. Khususnya, Herodes hanya setengah Yahudi dan tidak memiliki hubungan dengan garis keturunan Daud, meskipun ia mengklaim memiliki darah keturunan Daud (yang sama sekali tidak dipercayai oleh siapa pun). Inilah salah satu alasan mengapa Herodes begitu paranoid terhadap ancaman terhadap pemerintahannya (lihat Matius 2:13-18): ia tahu bahwa rakyat tidak menganggapnya sebagai raja yang sah. Faktanya, kita tahu dari sejarawan bernama Josephus mengatakan bahwa menjelang akhir hayatnya, Herodes menjadi semakin gila, tidak mempercayai siapa pun dan membunuh banyak anggota keluarga dekatnya karena curiga.

Silsilah berikut ini dibagi menjadi tiga rangkaian yang terdiri dari empat belas, karena empat belas adalah angka numerik nama Daud (D-V-D) dalam bahasa Ibrani (D adalah huruf keempat dan V adalah huruf keenam dalam abjad Ibrani). Matius menggunakan seni sastra untuk menekankan garis keturunan Daud dalam diri Yesus.

Empat orang wanita masuk dalam silsilah ini: Tamar, Rahab, Rut, dan Batsyeba.

Tiga dari wanita-wanita ini adalah orang bukan Yahudi, dan Batsyeba menikah dengan seorang bukan Yahudi. Mereka semua memiliki sejarah pribadi yang bergelimang dosa: Tamar merayu mertuanya, Yehuda (Kejadian 38), Rahab adalah seorang pelacur Kanaan (Yosua 2), Rut berusaha merayu Boas (Rut 3), dan Batsyeba tampaknya dipaksa berzinah dengan Daud (2 Samuel 11). Mereka semua adalah nenek moyang Salomo, raja terbesar dalam tradisi Israel.

Tampaknya Matius sedang mempersiapkan kita untuk seorang Putra Daud yang akan dikritik karena bergaul dengan orang-orang kafir dan pelacur, dan yang akan menobatkan sebuah kerajaan yang menerima orang-orang berdosa dan semua kelompok suku bangsa ke dalam keanggotaannya. Sesungguhnya, masuknya bangsa-bangsa lain dan orang-orang berdosa ke dalam perjanjian Allah telah dinubuatkan dalam Perjanjian Lama. Mungkin juga Matius membandingkan nenek moyang Salomo yang bergelimang dosa, Raja Israel yang agung dan figur Mesias, dengan kemurnian tak bernoda dari Perawan Maria. “Sesungguhnya yang ada di sini daripada Salomo!” (Matius 12:42 TB2). Kelak, Yesus akan dikunjungi oleh orang-orang majus dari Timur ketika Ia masih bayi, mengalahkan Salomo,yang tidak dikunjungi oleh orang-orang majus dari Timur hingga ia berada di puncak kejayaannya (1 Raja-raja 4:29-34).

Maksud Matius dalam silsilah ini tampaknya adalah untuk menetapkan status Yesus sebagai raja yang sah, lebih dari sekedar keturunan biologisnya. Saya katakan demikian karena, di akhir silsilah, Matius menjelaskan bahwa tidak ada hubungan biologis antara St. Yusuf dan Yesus. Meskipun demikian, Yesus adalah anak sah Yusuf dan pewaris takhta. Inilah tata cara yang umum di dunia kuno: sebagai contoh, Kaisar Agustus adalah anak sah Julius Caesar (melalui adopsi), tetapi secara biologis ia adalah keponakan. Meskipun demikian, silsilah Romawi mencantumkan Augustus sebagai putra Julius. Menurut saya, silsilah biologis Yesus diberikan dalam Lukas 3 (melalui ayah Maria [yaitu ayah mertua Yusuf], yaitu Eli [St. Yoakim dalam tradisi]). Yusuf disebut sebagai “anak” Eli/Yoakim dalam Lukas 3 karena suami dari seorang anak perempuan tunggal menjadi anak sah dan ahli waris dari mertuanya, dan mewarisi harta peninggalan mertuanya.

 

John Bergsma adalah Profesor Teologi di Franciscan University of Steubenville. Bergsma sebagai mantan pendeta Protestan telah menulis beberapa buku tentang Kitab Suci dan iman Katolik, termasuk seri “The Word of the Lord.”

 

Sumber: “Why We Read the Genealogy of Jesus at Christmas Eve”

Posted on 24 December 2023, in Ekaristi and tagged , , , , , , . Bookmark the permalink. Leave a comment.

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.