Konsili Kalsedon dan Pengutukan Ajaran Nestorian

Oleh William Hemsworth

Konsili Kalsedon karya Vasily Surikov 1876 (Sumber: wikipedia.org)

Konsili Kalsedon diadakan hanya dua puluh tahun setelah Konsili Efesus. Pengaruhnya terhadap doktrin dan Kristologi tidak bisa dianggap remeh. Konsili itu diadakan karena adanya ajaran baru tentang kodrat Kristus oleh seorang biarawan yang bernama Eutikes. Untuk merangkum ajaran itu, dia mengajarkan bahwa Kristus memiliki dua kodrat, namun kemudian kedua kodrat itu bersatu menjadi hanya ada satu kodrat. Dia adalah lawan dari Nestorius yang pandangannya merusak kodrat Kristus. Pandangan ini tampaknya menghancurkan baik kemanusiaan dan keilahian Kristus. Sayangnya, pandangan ini tidak jauh dengan kepercayaan banyak orang Kristen saat ini.

Konsili Kalsedon menekankan bahwa kodrat Kristus tidak berubah, dan dengan demikian konsili menolak Nestorianisme. Namun demikian, kisah konsili ini dimulai sebelum kisah yang sudah disebutkan sebelumnya yaitu kisah seorang biarawan yang bernama Eutikes. Setelah mendengar penjelasan Eutikes tentang kodrat Kristus, Patriark Flavianus merasa perlu menanggapi masalah ini. Flavianus yang kemudian menjadi Patriark Konstantinopel, mengadakan sinode dan mengutuk ajaran Eutikes. Flavianus mempertahankan ajaran yang orthodoks, namun topik Kristologi masih dirumuskan1 di dunia kuno. Eutikes mencari seorang sekutu yang adalah Uskup Alexandria bernama Dioskorus, yang kebetulan adalah sepupu dari Sirilus dari Aleksandria (Norris 29). Menurut Richard Norris, “Dioskorus dengan dukungan kerajaan, memimpin sebuah konsili di Efesus” (Norris 29). Konsili ini bertujuan untuk menggulingkan Patriark Flavianus dan memulihkan posisi Eutikes (Konsili ini disebut Konsili Efesus II yang tidak diakui oleh Gereja Katolik –red.).

Sebelum tindakan penggulingan ini, Paus Leo I sudah mengirimkan surat dukungan kepada Flavianus yang berisikan tentang penerimaan keputusan sinode (Sinode Konstantinopel tahun 448 –red.) yang dia selenggarakan atas nama seluruh Gereja. Paus Leo menyebut Konsili yang mengembalikan posisi Eutikes sebagai “Sinode Pencuri” dan membuatnya menjalankan otoritas Gereja Roma (Norris 29). Permintaan Paus Leo untuk mengadakan konsili baru sudah dijawab dan tak lama kemudian Uskup Dioskorus dicopot dari keuskupannya.

Pernyataan iman Konsili itu bukan mencoba untuk menyatakan bagaimana kodrat Kristus yang seharusnya namun menyatakan bukti Kristen yang tidak dapat disangkal selama lebih dari 400 tahun. Konsili ini mengulangi tentang dua kodrat Kristus, yang menjadi perhatian bagi Nestorius yang telah berpendapat tentang hal itu dalam cara yang sesat. Konsili itu pula menegaskan pandangan yang dipegang oleh Sirilius dalam Konsili Efesus dalam tradisi yang dirumuskan di Nikea. Tomus Leo juga yang menjadi faktor dalam pejelasan keputusan di Kalsedon.

“Penjelasan” di Kalsedon menegaskan Pengakuan Iman Nikea dan Konstantinopel ketika pengakuan iman itu dihasilkan untuk menjelaskan penebusan dan pribadi Kristus (Norris 30). Konsili itu juga menyatakan bahwa tradisi Kristologis ekstrim yang diajarkan di sekolah-sekolah di Antiokhia dan Aleksandria itu dikutuk (Norris 30). Penjelasan itu ditutup dengan pernyataan yang disusun berdasarkan keinginan raja. Sebagaimana Norris tuliskan, “Pernyataan ini, ditulis dengan tata bahasa kepada Sirilius, Leo, dan Rumusan Rekonsiliasi2.” Pernyataan itu menekankan bahwa Kesatuan Kristus itu sungguh Allah dan sungguh Manusia. Lebih penting lagi dalam pernyataan itu bahwa Kristus hadir dalam dua kodrat dan bukan dari dua kodrat3. Karena tata bahasa inilah penjelasan itu diberi penekanan baik di sekolah Antiokhia maupun di Aleksandria.

 

Catatan Kaki:

(1) Dirumuskan itu bukan berarti suatu ajaran itu baru ada. Namun suatu ajaran itu ditegaskan kembali melalui konsili untuk meluruskan ajaran yang salah.

(2) Rumusan Rekonsiliasi atau “Formula of Reunion” adalah rekonsiliasi antara St. Sirilius dari Aleksandria dengan Yohanes dari Antiokhia sebagai Partriark dari Antiokhia. Setelah konsili Efesus (431), kedua pandangan Yohanes dari Antiokhia dan Nestorius dikutuk sebagai ajaran sesat. St. Sirilius mendekati Yohanes untuk memecahkan masalah perbedaan teologis dan berdamai dengan berkompromi pada perbedaan ajaran tentang kodrat Kristus.

(3) Pandangan sesat Eutykhes yang menyatakan kodrat Ilahi dan kodrat manusia membentuk satu kodrat yang baru yaitu Kodrat Kristus.

 

Referensi: Norris, Richard A.  The Christological Controversy.  Fortress Press Philadephia: PA, 1980. Print.

 

Sumber: Chalcedon and the Condemnation of Nestorianism

Posted on 5 September 2018, in Apologetika, Sejarah Gereja and tagged , , , , , , . Bookmark the permalink. Leave a comment.

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.