Maria: Bunda yang Dijanjikan

Song of the Angels (Sumber: stpaulcenter.com)

Sebuah kutipan dari The Bible and the Virgin Mary.

Di sepanjang sejarah Kerajaan Daud, Bunda Ratu menduduki tempat kedua setelah sang raja. Dalam bahasa Ibrani, dia disebut Gebirah yang bermakna “Bunda Agung (Great Lady).” Tugasnya termasuk memberi nasihat bagi raja karena tidak ada seorang pun yang bisa menjadi perantara bagi rakyat di hadapan raja. Dia merupakan tanda yang kelihatan dari pemerintahan dari raja yang sah. Bukan karena sebagai ibu dari sang raja, dia juga adalah istri raja sebelumnya. Keibuannya bagi sang raja menjadi kesaksian kepada keturunannya dari raja sebelumnya.

Ketika Allah menetapkan perjanjian-Nya dengan Daud, Ia berjanji kepada raja muda itu bahwa kerajaannya akan tetap untuk selama-lamanya. Tapi, ketika kerajaannya runtuh sekitar 400 tahun kemudian, seolah-olah Allah sudah membatalkan janji-Nya. Tetapi janji Allah itu tidak bersyarat, bangsa Israel percaya bahwa para nabi yang memberitahukan akan hari Kerajaan Daud akan dipulihkan. Bagaimanapun juga, nubuat-nubuat tentang pemulihan kerajaan bukan hanya tentang Raja di masa depan. Melainkan juga tentang ibu sang raja, seperti dalam Yesaya 7 dan Mikha 5 yang menyebutkan bunda sang Mesias. Bagi orang Israel kuno, hal itu kedengarannya tidak biasa. Dalam Alkitab (belum lagi menyebutkan dokumen-dokumen lain dari Timur Dekat), seorang bapa yang menonjol dalam setiap referensi tentang seorang putra atau raja. Ibunya seringkali tidak disebutkan.

Namun, seperti Yesaya dan Mikha, para penulis Injil menarik perhatian terhadap ibu Yesus, dan mengaitkan Yesus dan Maria dengan perkataan para nabi. Contohnya, Injil Matius dimulai dengan silsilah Yesus Kristus.

Dan di akhir silsilah itu kita bisa menemukan Maria: “yang melahirkan Yesus yang disebut Kristus.” Kata-kata Matius ini mengingatkan kita akan perkataan Yesaya dan Mikha: yang memberi penekanan kepada ibu. Dia merupakan seseorang yang akan melahirkan Raja yang dijanjikan. Dia adalah Bunda Ratu (Ibu Suri) yang dinubuatkan oleh para nabi. Hal itu diperkuat oleh wanita lain dalam daftar silsilah. Ada empat wanita yang disebutkan dalam silsilah Matius, dan wanita terakhir sebelum Maria adalah Batsyeba, bunda dari Salomo. Dia merupakan purwarupa tentang Bunda Ratu, sama seperti Salomo yang adalah purwarupa putra Daud.

Matius mengambil gagasan tentang seorang ibu raja dalam bab kedua Injilnya. Dalam bagian itu, kita melihat tiga pengunjung yang melakukan perjalanan melintasi gurun untuk melihat “raja orang Yahudi.” Ketika mereka tiba, mereka menemukan “Anak itu Bersama dengan Maria, ibu-Nya.” Tepatnya, para pengunjung ini membawa persembahan, seperti yang dilakukan para pengunjung di istana Salomo, mereka membawa emas, kemenyan dan mur. Emas dan rempah-rempah adalah upeti yang rutin dibayarkan kepada Salomo oleh para pengunjung kerajaan. Dan hanya di satu tempat dalam Kitab Suci, mur dan kemenyan disebutkan bersamaan dalam Kidung Agung, kedua benda itu menjadi bagian dalam perarakan di hari perkawinan Salomo.

Lukas juga menggambarkan Maria sebagai Ibu Suri. Pada hari Kabar Sukacita dalam Lukas 1:31-33, malaikat Gabriel memberi kabar bahwa Maria akan melahirkan Putra raja yang akan memerintah dari tahta Daud. Beberapa ayat kemudian, Lukas menunjukkan Elisabet mengakui Maria sebagai Bunda Ratu. Gelar yang dia gunakan adalah “Ibu Tuhanku” penuh dengan makna sebagai ratu. Dalam Israel kuno, raja dipanggil dengan sebutan “Tuanku” yang menjadikan Bunda Ratu sebagai “ibu Tuanku.”

Sekilas pandang tentang Bunda Ratu dalam Alkitab berasal dari Wahyu Yohanes bab 12, mengenai penglihatan simbolis yang terkenal tentang seorang perempuan. Di sana kita menemukan Maria, Bunda Ratu yang bertahta di surga Bersama dengan Sang Raja yang adalah Putranya.

Gambaran tentang Maria sebagai Bunda Ratu berhubungan langsung dengan dogma resmi pertama yang dirumuskan Gereja: status Maria sebagai Bunda Allah. Kata Yunani untuk gelar itu adalah Theotokos yang secara harfiah bermakna “pembawa Allah.” Gelar ini merupakan salah satu gelar yang paling tua dan paling umum digunakan untuk Maria, yang digunakan oleh umat Kristen di awal-awal abad pertama Gereja. Gelar ini juga muncul dalam salah satu doa Kristen tertua yang diketahui yaitu doa Sub Tuum Praesidium (Perlindungan Bunda Maria), bentuk awal Memorare yang berasal dari abad ketiga.

Orang Kristen mula-mula tanpa ragu menyebut Maria sebagai “Bunda Allah.” Ada contoh dalam Kitab Suci yang menjadikannya tampak logis. Jika Yesus adalah Allah, dan Maria adalah bunda-Nya, maka itu yang menjadikannya sebagai Bunda Allah.

Namun, pada abad kelima, beberapa orang mulai mengajukan keberatan terhadap gelar itu dan sama seperti yang dimunculkan oleh banyak orang non-Katolik pada saat ini: Mereka berpendapat bahwa gelar “Bunda Allah” menyiratkan bahwa Maria adalah “pencipta Allah.” Penentang gelar itu berkata bahwa mereka akan menerima gelar “Bunda Kristus” tapi menolak “Bunda Allah.” Bagaimanapun juga, inti dari keberatan itu sebenarnya adalah keberatan akan kesatuan dari doa kodrat Kristus. Mereka menyatakan bahwa Maria melahirkan hanya kodrat manusia Kristus, bukan kodrat ilahi-Nya. Gereja yang dipimpin oleh Paus Selestinus I dan St. Sirilus dari Aleksandria, tidak setuju. Seperti yang ditunjukkan oleh St. Sirilus bahwa seorang ibu melahirkan satu pribadi, bukan kodrat. Oleh karena itu, Maria melahirkan Yesus Kristus, yang dahulu dan sekarang adalah pribadi ilahi. Meskipun Maria bukan “asal muasal” atau “menghasilkan” Allah, dia mengandung-Nya dalam rahimnya dan melahirkan-Nya. Maka, Maria adalah bunda Allah.

Kontroversi terhadap gelar Maria sebagai “Bunda Allah” dibahas dalam Konsili Efesus tahun 431 M. Dalam konsili itu, lebih banyak yang dipertaruhkan bukan hanya sekadar membela gelar Maria. Ajaran Kristen mengenai dua kodrat Kristus adalah masalah yang sebenarnya. Gereja ingin menjawab satu pertanyaan: Apakah Yesus itu satu pribadi atau dua pribadi? Dengan menolak ajaran bidat Nestorius, Gereja menyatakan bahwa Yesus itu satu pribadi ilahi, dengan dua kodrat – kodrat manusiawi bunda-Nya dan kodrat ilahi Bapa-Nya. Maria tidak memberikan kodrat ilahi kepada Yesus atau kepribadian ilahi-Nya, melainkan Ia sudah memilikinya sejak kekekalan sebagai satu-satunya Putra yang diperanakkan. Tetapi Maria juga tidak hanya memberikan daging kepada Yesus: Maria melahirkan pribadi yang utuh. Maria melahirkan Yesus Kristus, baik Allah dan manusia. Itulah yang kita akui setiap kita mengucapkan Pengakuan Iman Para Rasul.

Dengan menyebut Maria sebagai “Bunda Allah” berarti kita menyatakan satu kebenaran yang harus dinyatakan untuk melindungi kebenaran utama mengenai Kristus. Dengan cara yang sama juga itulah yang dilakukan semua pendahulu keratuan Maria demi putra-putra mereka. Salah satu dari tiga tugas penting dari Bunda Ratu adalah menjadi tanda legitimasi putranya. Bunda Ratu adalah penghubung ayah dari sang putra, yaitu raja sebelumnya yang sah, dan putranya merupakan raja yang sah saat ini. Demikian pula, Maria sebagai “Bunda Allah” yang perawan menjadi penghubung antara kemanusiaan dan keilahian Putranya. Maria menjadi tanda bahwa Yesus itu Allah dan juga manusia.

Sumber: “Mary: The Promised Mother”

Posted on 31 May 2021, in Apologetika and tagged , , , , , . Bookmark the permalink. Leave a comment.

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.