Ketika Para Rasul menjadi Para Imam

Oleh Rod Bennett

The Last Supper (Sumber: catholic.com)

Beberapa orang berkata kalau Yesus tidak menetapkan para imam yang baru, atau mereka hanyalah “imamat bagi semua umat beriman” – namun setelah melihat Perjamuan Terakhir lebih dalam lagi jutsru yang terjadi sebaliknya

Di Ruang Atas, pada malam Yesus dikhianati, dua belas rasul tahu bahwa kerajaan Kristus harus punya tata cara ibadatnya sendiri: ritual liturginya sendiri, kurbannya sendiri, imamatnya sendiri, seperti yang sebelumnya sudah diberikan Allah kepada Bait Suci – dalam artian yang baru, sekaligus yang kuno. Kita sudah bisa melihat bagaimana Yesus membela perbuatan para rasul-Nya dalam masalah mengumpulkan bulir gandum dan memakannya pada hari Sabat, dengan menunjukkan bagaimana Daud dan orang-orangnya berbuat layaknya para imam – meskipun mereka ini jelas sekali bukan orang dari suku Lewi. Orang Lewi adalah satu-satunya kelompok imam yang ditetapkan oleh hukum Musa. Kita sudah menemukan imamat lain di Perjanjian Lama, sehingga kita harus kembali ke zaman sebelum hukum Musa, hingga zaman para bapa bangsa – dan jika memungkinkan kita akan menemukan para imam di hadapan para imam. Dan jika kita kembali ke Kejadian 14, di mana ada pemberitahuan misterius yang pertama kali muncul tentang Melkisedek.

Dalam bab itu, Abraham menyelamatkan keponakannya Lot dari penawanan lima raja yang sudah mengalahkan rakyatnya di Lembah Sidim. Sekembalinya, sang bapa bangsa menerima berkat dari sosok yang tidak diketahui dengan jelas selain dari ayat 18: “Melkisedek, raja Salem, membawa roti dan anggur; ia seorang imam Allah Yang Mahatinggi.” Ia seorang imam yang mempersembahkan bahan kurban yang sama dengan yang Kristus persembahkan pada Perjamuan Terakhir, jauh sebelum imamat Lewi ditetapkan. Berabad-abad kemudian, kita bisa menemukan Daud yang menyusun Mazmur bahwa Kristus sendiri akan memperkenalkan diri sebagai nubuatan tentang Mesias (Lukas 20:41-44): “Demikianlah firman TUHAN kepada tuanku: ‘Duduklah di sebelah kanan-Ku, sampai Kubuat musuh-musuhmu menjadi tumpuan kakimu’ … TUHAN telah bersumpah, dan Ia tidak akan menyesal: ‘Engkau adalah imam untuk selama-lamanya, menurut Melkisedek’” (Mazmur 110:1, 4). Maka, Yesus adalah imam yang berbeda dengan yang ditetapkan Musa dan Harun.

Apakah peraturan Melkisedek diteruskan ketika perjanjian Sinai dibuat dan mulai berlaku? Agaknya tidak, karena manusia Yesus bisa mengambil ritus dan hak istimewa ini lagi. Menurut tafsiran Scott Hahn dan Curtis Mitch, “Kitab Kejadian menyiratkan bahwa peraturan Melkisedek adalah tatanan imamat patriarki yang berfungsi selama berabad-abad sebelum penahbisan Harun dan putra-putranya terjadi di Gunung Sinai [Imamat 8:1-36].” Sumber-sumber di luar Kitab Suci Yahudi (seperti Talmud dan Targum), kadang-kadang menghubungkan langsung Melkisedek kepada para bapa bangsa (patriark). Beberapa orang mengidentifikasi Melkisedek sebagai putra Nuh yang benar yaitu Sem, dan menganggapnya berumur panjang seperti Metusalah sehingga memungkinkan dirinya hidup cukup panjang untuk memberkati Abraham pada zamannya!

Di sepanjang kitab Kejadian, tentu saja kita bisa melihat para bapa bangsa melakukan semua fungsi khas seorang imam: mendirikan altar, menguduskan tempat ibadah, mencurahkan persembahan syukur, dan mempersembahkan kurban atas nama keluarga Allah. Inilah bentuk imamat pra-Lewi yang asli sebelum adanya hukum Musa. Maka imamat yang diambil Yesus bukanlah yang baru atau sebagai munculnya kembali imamat yang untuk sementara waktu ditangguhkan. Seperti yang ditulis oleh penulis kitab Ibrani, “Demikian pula Kristus tidak memuliakan diri-Nya sendiri dengan menjadi Imam Besar … ‘Engkau adalah Imam untuk selama-lamanya, menurut peraturan Melkisedek’” (Ibrani  5:5-6).

Menurut Hahn dan Mitch, “Sejauh Mazmur 110:4 memberikan bayangan perubahan imamat Lewi Harun kepada imamat Melkisedek Kristus, yang selanjutnya hukum ibadah Musa juga harus memberi jalan kepada hukum ibadah Mesianis.”

Maka secara praktis semua umat Kristen menerima imamat Melkisedek. Kendari demikian, ada beberapa aliran yang menyusun pendapat terhadap tradisi Yesus yang menahbiskan imam tambahan ke para pelayanan dalam Gereja selama Ia tidak hadir secara fisik. Mereka sering mengutip 1 Petrus 2:9, di mana sang nelayan itu membahas umat beriman sebagai “bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri.” Ayat ini ditulis untuk menggambarkan eksistensi imamat semua orang beriman yang sudah digantikan dan meniadakan perlunya segala macam imamat pelayanan seperti yang dimiliki orang Yahudi. Namun, tentu saja pendapat ini terbukti berlebihan, karena sebenarnya Petrus menggemakan kembali kata-kata dalam Keluaran 19:6!

Para rasul tidak serta merta menggantikan para imam Lewi sebagai pengganti mereka, tetapi mereka berterima kasih atas pelayanan mereka, dan kemudian mempersilakan mereka untuk menikmati istirahat Sabat yang memang sudah lama mereka harapkan. Berkumpul bersama di Senakel, mereka menyaksikan Yesus mulai melakukan serangkaian perbuatan di depan mereka yang aneh … dan sekaligus familiar.

Paskah Yahudi menjadi perjamuan kudus bagi orang Ibrani untuk memperingati malam ketika tanda darah dibubuhkan di pintu rumah umat beriman (yang menurut tradisi adalah tanda yang bentuknya silang X) sehingga malaikat maut melewati mereka selama tulah terakhir sebelum pembebasan dari tanah Mesir. Di sini, Yesus sedang memberi tahu murid-murid-Nya bahwa hal ini akan menjadi yang terakhir dalam Paskah lama – yaitu antisipasi akan Paskah terakhir. Apa yang dimaksud Yesus ketika Ia berkata, “Aku tidak akan memakannya lagi sampai ia beroleh kegenapannya dalam Kerajaan Allah” (Lukas 22:16) (suatu pepatah yang menggemakan kembali perkataan-Nya sebelumnya dalam Matius 5:18 bahwa semua Hukum Musa akan berlalu setelah “digenapi”)?

Seorang penafsir dari abad pertengahan bernama Robert Grossteste menjelaskan bahasa ini:

Untuk menggenapi … dan bukan menghancurkan sesuatu yang keberadaannya sementara adalah mendahuluinya melalui perkembangan alaminya terus menerus hingga pada akhirnya. .. Barangsiapa menyembunyikan benih di tempat penyimpanan dan menyimpannya bertahun-tahun dan tidak membiarkannya berkecambah dan mati … maka sesungguhnya ia telah menghancurkan benih itu dan membinasakannya.

Dalam hal inilah makna Paskah lama – yang diperintahkan Musa supaya dilakukan – berlalu tetapi tidak dihancurkan. Melainkan diubah … dan secara bertahap para rasul menyadari bahwa apa yang mereka saksikan di depan mata mereka.

Injil Yohanes mengisahkan Yesus yang membasuh kaki para murid-Nya, tepat sebelum perjamuan ini. Para imam Perjanjian Lama harus mencuci kaki sebelum datang ke Bait Suci untuk mempersembahkan anak domba – setidaknya seperti yang diketahui oleh ahli hukum agama seperti Natanael. Sekarang, para rasul mendengar Yesus “mengucap syukur” atas roti dan anggur. Kata asli bahasa Yunani dalam ayat ini berbunyi eucharisteo – suatu persembahan syukur, “kurban pujian” (Ibrani 13:15). Mereka mendengar Yesus berbicara tentang memberikan tubuh-Nya sebagai anak domba kurban yang memberikan diri di bawah Perjanjian Lama sebagai penebusan dosa – menjadi pengingat yang kuat bagi yang sebelumnya adalah murid Yohanes Pembaptis, bahwa sebelumnya Yesus dikenali sebagai “Anak domba Allah, yang menghapus dosa dunia” (Yohanes 1:29).

Para rasul juga mendengar bahwa darah Yesus harus “ditumpahkan” – sebuah frasa yang digunakan oleh para imam Perjanjian Lama untuk tindakan (yang belum cukup) untuk penebusan mereka dalam menghabiskan darah hewan kurban di dasar altar Bait Suci. Yang paling penting, sekarang mereka mendengarkan unsur lama yang digunakan Melkisedek yaitu roti dan anggur, yang dalam artian tertentu menjadi tubuh dan darah Kristus: “Inilah tubuh-Ku … Cawan ini adalah perjanjian baru.” Suatu tindakan yang sedang dilakukan adalah tindakan kurban, meskipun para rasul mungkin belum memahami dari mana ritus ini (yang berlangsung sebelum wafat Yesus di kayu salib) akan menjadi sumber kekuatan mereka. Dan dari perbuatan ini dipertunjukkan di hadapan mereka supaya mereka mengingatnya.

Akhirnya Yesus – berbicara secara pribadi kepada para rasul – memberikan suatu perintah: “Perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku” (Lukas 22:19). Kata kerja dalam bahasa Yunani adalah (poieo) yang diterjemahkan di dini menjadi “perbuatlah” yang juga menjadi kata yang sama dalam Perjanjian Lama Yunani dalam persembahan yang dibuat Musa sewaktu menahbiskan Harun dan putra-putranya menjadi imamat Lewi (Keluaran 29:36-41). Para rasul tahu Alkitab Yunani dengan sangat baik – dengan demikian Lukas dan para penginjil lainnya pasti tidak akan menggunakan kata poieo tanpa maksud.

Demikian pula istilah “peringatan” adalah anamnesis – yang bukan sekadar peringatan, melainkan tindakan ritual yang akan mengabadikan ingat-ingatan. Anamnesis digunakan dalam Septuaginta (Imamat 24:7) untuk persembahan ukupan yang disertai dengan roti yang dikorbankan dengan api. Jadi “lakukanlah ini sebagai peringatan” sudah dimengerti selama berabad-abad ketika Yesus menahbiskan para rasul untuk pelayanan imamat yang serupa namun yang dimurnikan, yang memerintahkan mereka supaya terus menerus melakukan persembahan ucapan syukur yang sama – roti dan anggur – setelah Yesus pergi.

Yesus melanjutkan perkataan-Nya demikian, “Kamulah yang tetap tinggal bersama-sama dengan Aku dalam segala pencobaan yang Aku alami. Dan Aku menentukan hak-hak Kerajaan bagi kamu, sama seperti Bapa-Ku menentukannya bagi-Ku, bahwa kamu akan makan dan minum semeja dengan Aku di dalam Kerajaan-Ku dan kamu akan duduk di atas takhta untuk menghakimi kedua belas suku Israel” (Lukas 22:28-30). Daud memang seorang raja yang punya takhta sama seperti Melkisedek pernah menjadi Raja Salem (desa kuno yang pada zaman Daud menjadi Yeru-Salem). Seperti yang sudah kita bahas, Allah menyatakan Daud sebagai imam juga “menurut peraturan Melkisedek.” Teolog John Bergsma menjelaskan bahwa “makan dan minum di meja raja adalah hak istimewa yang diberikan kepada putra raja … [Maka] perkataan Yesus tentang para rasul yang duduk di atas takhta untuk mengadili suku-suku Israel dengan jelas menyiratkan pada Mazmur 122:3-5, yang membicarakan kursi-kursi keturunan keluarga Daud (para pengeran) tempat untuk mengadili perkara.” Putra-putra Daud yang adalah pewaris seperti ayahnya dari kerajaan Melkisedek di Yerusalem adalah pewaris imamatnya juga: “anak-anak Daud menjadi imam” (2 Samuel 8:18).

Beginilah para rasul juga dapat menjadi imam Melkisedek – berdasarkan peran mereka sebagai dua belas “pangeran” dari Perjanjian Baru Kristus.

 

Jika Anda suka dengan artikel ini, Anda bisa mendalaminya lagi dalam buku terbaru Rod Bennett yang luar biasa, judulnya “These Twelve” yang bisa diperoleh di toko online Catholic Answers atau OpenTrolley (lokal Indonesia) atau Amazon.

 

Sumber: “When Apostles Became Priests”

Advertisement

Posted on 4 April 2023, in Ekaristi and tagged , , , , , , . Bookmark the permalink. 2 Comments.

  1. Wey Gua mah muslim, Jangan So tau dengan cerita para Rosul, di akhirat nanti Bukti’in Islam atau Kristen yg bener, udah gitu aja lah, semuanya bebas bersuara. 😅

    Like

Leave a Reply

Please log in using one of these methods to post your comment:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d bloggers like this: